TEORI BELAJAR

16.47 0 Comments



 

 Pengertian Teori Belajar

      Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, pebelajar yang lebih penting sebab tanpa pebelajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri pebelajar, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar. Macam-macam teori belajar :
1.      1.   Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadapa teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.Menurut aliran behaviorisme, bahwa:
The image and memories consist of activites engaged in by the organism. We wake certain responses, we act and this activitie are knnown as images.
Behaviorism in psikology is merely the name for that type of investigation and theory which assumes that men’s educational, vocation and social activities can be completely described or explained as the result of same (and other) forces used in the natural sciences. 
Didalam behaviorisme masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi, melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan antara stimulus – respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Dengan latihan-latihan  maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
2.  Teori Kognitivisme
        Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa prosesbelajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisiseseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar dari padahasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yangsangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga dipenjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masingteori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Darisudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajarBermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambilgaris tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan padakonteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masingteori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.
Ciri-ciriAliran Kognitivisme
  1. · Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
  2. · Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
  3. · Mementingkn peranan kognitif
  4. · Mementingkan kondisi waktu sekarang
  5. · Mementingkan pembentukan struktur kognitif
        Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalambelajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakili obyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yangbersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Padawaktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dantanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Teori Kognitivisme Menurut Beberapa Tokoh
JeanPiaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”
        Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual danfungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piage tmemandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. MenurutPiaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi JeanPiaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
  1. Tahapsensory – motor,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap inidiidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
  2. Tahappre – operational,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap inidiidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telahdapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
  3. Tahapconcrete – operational,yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulaimenggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. 4. Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahapyang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasiseseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentukproses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telahdimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget jugamenekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasiini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya.Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
        Berbeda dengan Piaget, Burner melihatperkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner,perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,terutama bahasa yang biasanya digunakan. Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidakusah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulaidari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner iniadalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel
     Yang memandang bahwa Proses belajar terjadijika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuanbaru yang dimana Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
  1. Memperhatikan stimulus yang diberikan
  2. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakaninformasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar denganbaik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan denganbaik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalahkonsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akandipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari danyang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secaralebih mudah.
3. Teori Konstruktivisme
         Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
         Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
         Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
  1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
  2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri    pertanyaannya.
  3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
  4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
  5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
        Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
            Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.
 Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
  1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
  2. Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
  3. Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
  4. Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
  5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
  6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
  7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
  8. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
4. Teori  Humanistik
        Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Tokoh-Tokoh Teori Humanistik
Arthur Combs (1912-1999)
        Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
  1.  suatu usaha yang positif untuk berkembang
  2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
          Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
        Carl Ransom Rogers  (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu kognitif dan exsperiental.
Sumber :
Slavin, Robert E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusetts:
Allyn & Bacon Publishers.
 http://www.psikologikepribadian1.net/2011/03/teori-belajar-behavioristik-kognitif.2002. di akases pada 22 Mei 2015, pukul 22.00 wib

0 komentar:

KONSEP DIRI DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN

16.32 0 Comments

Konsep Diri

Definisi Konsep Diri
Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia.Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan. Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan.Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri:
        Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan.
     Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewatinformasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7).
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaluasi dari orang lain yang mengenal dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak.
1.     Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105).
2.     Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan. 
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu. Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya. 
Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.
Menurut William D.Brooks (dalam Rahkmat, 2005:105) bahwa dalam menilai dirinya seseorang ada  2 Jenis Konsep diri yang menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang mempunyai konsep diri yang negative.
Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah :
  1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
  2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
  3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
  4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat.
5.                Mampu memperbaiki karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya. Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri.Kualitas ini lebih mengarah kekerendahan hati dan kekedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif
Tanda-Tanda individu yang memiliki konsep diri negatif adalah :
  1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah marah atau naik pitam, hal ini berarti dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.
  2. Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatian. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap orang lain.
  3. Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
  4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan berperilaku yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan).
  5. Bersikap psimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
  6. Individu yang memiliki konsep diri negatif meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu ini akan cenderung bersikap psimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Individu yang memiliki konsep diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika ia mengalami kegagalan akan menyalahkan diri sendiri maupun menyalahkan orang lain.
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan.  Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari tubuhnya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya. Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu seseorang dalam mengembangkan konsep diri yang positif.
Tahap Perkembangan Konsep Diri :
  1. Bayi, Apa yang pertama kali dibutuhkan seorang bayi adalah pemberi perawatan primer dan hubungan dengan pemberi perawatan tersebut. Bayi menumbuhkan rasa percaya dari konsistensi dalam interaksi pengasuhan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain. Kontak dengan orang lain, dan penggalian lingkungan memperkuat kewaspadaan diri. Tanpa stimulasi yang adekuat dari kemampuan motorik dan penginderaan, perkembangan citra tubuh dan konsep diri mengalami kerusakan.Pengalaman pertama bayi dengan tubuh mereka yang sangat ditentukan oleh kasih sayang dan sikap ibu adalah dasar untuk perkembangan citra tubuh.
  2. Anak Usia Bermain, Anak-anak beralih dari ketergantungan total kepada rasa kemandirian dan keterpisahan diri mereka dari orang lain. Mereka mencapai keterampilan dengan makan sendiri dan melakukan tugas higien dasar. Anak usia bermain belajar untuk mengoordinasi gerakan dan meniru orang lain. Mereka belajar mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan locomotion, toilet training, berbicara dan sosialisasi.
  3. Usia prasekolahPada masa ini seorang anak memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin, meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan sensitive terhadap umpan balik keluarga. Anak-anak belajar menghargai apa yang orang tua mereka hargai. Penghargaan dari anggota keluarga menjadi penghargaan diri. Kaluarga sangat penting untuk pembentukan konsep diri anak dan masukan negatif pada masa ini akan menciptakan penurunan harga diri dimana orang tersebut sebagai orang dewasa akan bekerja keras untuk mengatasinya.
  4. Anak usia sekolahPada masa ini seorang anak menggabungksn umpan balik dari teman sebaya dan guru. Dengan anak memasuki usia sekolah, pertumbuhan menjadi cepat dan lebih banyak didapatkan keterampilan motorik, sosial dan intelektual. Tubuh anak berubah, dan identitas seksual menguat, rentan perhatian meningkat dan aktivitas membaca memungkinkan ekspansi konsep diri melalui imajinasi ke dalam peran, perilaku dan tempat lain. Konsep diri dan citra tubuh dapat berubah pada saat ini karna anak terus berubah secara fisik, emosional, mental dan sosial.
  5. Masa remaja, Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial.Sepanjang maturasi seksual, perasaan, peran, dan nilai baru harus diintegrasikan ke dalam diri. Pertumbuhan yang cepat yang diperhatikan oleh remaja dan orang lain adalah faktor penting dalam penerimaan dan perbaikan citra tubuh. Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas.Pengamanan dini mempunyai efek penting.Pengalaman yang positif pada masa kanan-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka.Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk.Mereka mengumpulkan berbagai peran perilaku sejalan dengan mereka menetapakan rasa identitas.
  6. Masa dewasa muda, Pada masa dewasa muda perubahan kognitif, sosial dan perilaku terus terjadi sepanjang hidup.Dewasa muda adalah periode untuk memilih.Adalah periode untuk menetapakan tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam pekerjaan dan mulai melakukan hubungan erat.Dalam masa ini konsep diri dan citra tubuh menjadi relatif stabil. Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi sosial, penghargaan dan penerimaan diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai berdasarkan standar sosial.Konsep diri secara konstan terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.
  7. Usia dewasa tengah, Usia dewasa tengah terjadi perubahan fisik seperti penumpukan lemak, kebotakan, rambut memutih dan varises. Tahap perkembangan ini terjadi sebagai akibat perubahan dalam produksi hormonal dan sering penurunan dalam aktivitas mempengarui citra tubuh yang selanjutnya dapat mengganggu konsep diri.Tahun usia tengah sering merupakan waktu untuk mengevaluasi kembali pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali tentang diri dalam peran dan nilai hidup. Orang usia dewasa tengah yang manerima usia mereka dan tidak mempunyai keinginan untuk kembali pada masa-masa muda menunjukkan konsep diri yang sehat.
  8. Lansia, Perubahan pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan fungsi.Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot.Konsep diri selama masa lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa lansia adalah waktu dimana orang bercermin pada hidup mereka, meninjau kembali keberhasilan dan kekecewaan dan dengan demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri makna tentang diri mereka dan dunia membentu generasi yang lebih muda dalam cara yang positif sering lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.
Konsep diri sendiri merupakan kombinasi dari berbagai aspek, beberapa aspek-aspek konsep diri menurut Staines menjelaskan ada tiga aspek dalam konsep diri (Burns, 1993 : 81),adalah sebagai berikut :
1.      Konsep diri dasar. Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan, dan kemampuan dirinya.
2.      Diri sosial. Aspek ini merupakan diri sebagaimana yang diyakini individu dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi.
3.      Diri ideal. Aspek ini merupakan gambaran mengenai pribadi yang diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian berupa keharusan- keharusan.
Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat.Nylor (1972) mengemukakan bahwa banyak peneliti yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar disekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif , memperlihatkan prestasi yang baik disekolah, atau siswa tersebut memeiliki penilaian diri yang tinggi serta menunjukkan antar pribadi yang positif pula.
Walsh (dalam Burns, 1982) siswa-siswa yang tergolong underchiver mempunyai konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian;
  1. mempunyai perasaan dikeritik, ditolak, dan diisolir.
  2. melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang.
  3. tidak mampu mengekspresikan perasaan dan prilaku.
Konsep diri mempengaruhi prilaku peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi belajar mereka. Peserta didik yang mengalami masalah disekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah, oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan guru sebaiknya melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri. Strategi yang dapat dilakukan dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik:
  1.  Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang positif , siswa perlu mendapat dukungan dari guru. Seperti dukungan emosional , pemberian penghargaan, dan dorongan untuk maju.
  2. Membuat siswa merasa bertanggung jawab .memberi kesempatan terhadap siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab terhadap siswa.
  3. Membuat siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa.
  4. Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru harus menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan tujuan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
  5. Membantu siswa menilai dirinya secra realistis .pada saat mengalami kegagalan , adakalanya siswa menilai secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu.
  6. Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya lain yang harus dilakukanguru dalam membantu mengembangkan  konsep diri peserta didik adalah dengan memberikandukungan  dan dorongan agar mereka bangga dengan prestasi yang telah dicapai

  • Burn, R.B. 1979. Konsep Diri.Jakarta:Arcan.
  • Handry,M dan Heyes,S. 1989.Pengantar Psikologi.Jakarta:Erlangga.
  • Pudjijogyanti,C.R.1988.Konsep Diri dalam Proses Belajar Mengajar.Jakarta:Pusat
  • Rakhmat,J.1991.Psikologi Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakary
  • Pudjijogyanti, Clara. R. 1985. Konsep Diri dalam Ilmu Pendidikan.Jakarta : Arcan.

0 komentar: